Conflict Management

Organisasi merupakan kumpulan dari sekelompok orang yang berisikan dua atau lebih orang yang berada dalam satu tempat yang memiliki kesepakatan dan tujuan yang sama. Namun seringkali
dalam mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah karena terdapat keberagaman latar belakang yang dimiliki oleh anggotanya yaitu agama, sifat, tingkah laku, adat serta sudut pandang masing-masing mengenai suatu hal yang akhirnya dapat menimbulkan konflik.

Konflik menjadi salah satu persoalan yang sering kali muncul dalam suatu organisasi yang mana kehandirannya tidak bisa dihindari. Konflik yang ada tidak hanya konflik dalam kelompok tersebut tetapi juga konflik interpersonal antar perorangan.
Perlu kalian ketahui juga bahwa konflik bisa menjadi positif maupun negatif tergantung cara individu menangani konflik yang ada. Oleh karena itu, penting bagi individu maupun organisasi mengetahui bagaimana cara mengelola, menangani serta mengkomunikasikannya dengan baik agar tidak memberikan efek negatif.

Sebelum membahas tentang CONFLICT MANAGEMENT, yuk kita kenalan dulu apa itu konflik?
Konflik berasal dari bahasa latin yaitu configere yanga artinya saling memukul. Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain.
Lalu bagaimana konflik itu sendiri bisa terjadi? Robbins, P. Stephen (2003) menjelaskan konflik terjadi melalui lima tahap:

  1. Tahap Satu: Potensi Oposisi tau Ketidakcocokan
    Langkah pertama dalam proses konflik adalah munculnya kondisi yang menciptakan peluang terjadinya konflik. Sederhananya apabila kita kelompokkan, sumber konflik dapat terbagi menjadi tiga kategori umum yaitu komunikasi, struktur dan variabel pribadi.
  2. Tahap Dua: Kognisi dan Personalisasi
    Jika kondisi yang disebutkan di Tahap I berdampak negatif pada sesuatu yang dipedulikan oleh satu pihak, maka potensi pertentangan atau ketidaksesuaian menjadi teraktualisasi. Tahap II penting karena di sinilah masalah konflik cenderung didefinisikan, di mana para pihak memutuskan konflik apa yang akan terjadi serta emosi memainkan peran utama dalam membentuk persepsi.
    Apabila emosi negatif yang muncul maka akan memungkinkan kita untuk terlalu menyepelekan masalah, kehilangan kepercayaan dan menempatkan interpretasi negatif atas perilaku pihak lain. Namun sebaliknya, apabila emosi positif yang muncul makan justru akan meningkatkan kecenderungan kita untuk melihat hubungan potensial di antara unsur-unsur masalah, untuk mengambil pandangan yang lebih luas dari situasi,
    dan untuk mengembangkan solusi yang lebih inovatif.
  3. Tahap Tiga: Niat (Maksud)
    Niat mengintervensi antara persepsi dan emosi orang dan perilaku terbuka. Niat adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak konflik meningkat hanya karena satu pihak mengaitkan niat yang salah dengan pihak lain.
  4. Tahap Empat: Perilaku
    Tahap perilaku termasuk pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik, biasanya sebagai upaya terbuka untuk mengimplementasikan niat mereka sendiri. Akibat salah perhitungan atau tindakan tidak terampil, perilaku terkadang menyimpang dari niat aslinya.
  5. Tahap Lima: Hasil
    Interaksi aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Hasil ini mungkin bisa menjadi fungsional, jika konflik meningkatkan kinerja kelompok, atau disfungsional, jika itu menghambat kinerja.

Setelah mengetahui apa itu konflik dan bagaimana konflik bisa terjadi, sekarang yuk kita bahas CONFLICT MANAGEMENT!

Manajemen konflik didefinisikan sebagai proses membatasi aspek negatif konflik sekaligus meningkatkan aspek positif konflik. Manajemen konflik memiliki tujuan meningkatkan pembelajaran dan hasil kelompok, termasuk efektivitas atau kinerja dalam lingkungan organisasi (Rahim, 2002, p. 208).

Sedangkan menurut Robbins dalam bukunya menjelaskan manajemen konflik adalah proses pengkoordinasian dengan menggunakan teknik-teknik resolusi dan stimulasi untuk meraih tingkatan konflik yang diinginkan sehingga diperoleh solusi tepat atas sebuah konflik. Manajemen konflik dapat dicapai dengan berbagai cara, antara lain sebagai berikut:

a) Competing: pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik. Hanya ada satu orang yang bisa menang. (win-lose solution).
b) Collaborating: ketika pihak yang berkonflink berusaha memenuhi keinginan semua
pihak dengan bekerjasama dan mencari hasil yang saling menguntungkan dan tetap
menghargai kepentingan pihak lain. (win-win solution)
c) Accommodating: menurut Gonclaves, akomodatif berarti menghaluskan. Mereka yang mengelola konflik dengan mengakomodasi orang lain sebagian besar berkepentingan untuk menjaga hubungan atau bisa dikatakan berkorban untuk mempartahankan hubungan.
d) Avoiding: menghindari dan menekan diri dari konflik. Pendekatan penghindaran berasal dari persepsi negatif terhadap konflik. Gonclaves berpendapat bahwa metode ini digunakan ketika konflik melibatkan isu-isu yang tidak terlalu penting, atau untuk mengurangi ketegangan, atau bahkan untuk mengulur waktu.
e) Compromising: Terakhir, metode berkolaborasi mencakup mendengarkan kebutuhan dan tujuan menuju tujuan bersama. Kolaborasi‖ berarti mencapai solusi yang lebih baik‖ melalui komunikasi dan kerja sama. Hal ini menghasilkan manajemen yang saling menguntungkan. Hal ini didasarkan pada mendengarkan secara efektif, menghadapi situasi dengan cara yang tidak mengancam (lose-lose).

Menejemen konflik berguna untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan konflik yang merugikan. Selain cara diatas, terdapat beberapa teknik pendekatan yang dapat digunakan untuk mengelola konflik:
a) Problem solving: kedua pihak yang berkonflik dipertemukan untuk didentifikasi masalah dan diselesaikan dengan diskusi terbuka.
b) Superordinate goals: pengalihan pada tujuan yang lebih tinggi (tujuan bersama).
c) Expansion of resources: jika konflik muncul karena kelangkaan sumber daya, maka untuk memecahkannya diperlukan upaya perluasan sumber daya.
d) Avoidance: manejer melakukan penghindaran, seolah-olah tidak ada konflik.
e) Smoothing: teknik ini menekankan kepentingan bersama (common interest) dan tujuan
bersama (common goal)
f) Compromise: metode ini merupakan pendekatan tradisional, dimana dalam menyelesaikan konflik menggunakan pendekatan tidak ada yang menang atau yang kalah.
g) Authoritative command: dasar pendekatannya adalah menejemen menggunakan wewenangnya untuk memaksa bawahannya menghentikan konflik. Pendekatan ini sering tidak menjawab isu utama.
h) Intergroup training: (dengan teknik-teknik perubahan prilaku) Kelompok yang bertikai diminta mengikuti seminar/loka karya di luar tempat ketra dengan fasilitator yang mengatur interaksi kedua kelompok itu. Pengalaman yang diperoleh diharapkan besar, serta perlu fasilitator yang terampil.
i) Third party mediation: teknik menggunakan seorang konsultan sebagai pihak ketiga yang diundang untuk memediasi kelompok yang bertikai.

Dari sekian pendekatan yang sudah disebutkan diatas, dalam memilih style apa yang akan di gunakan untuk mengelola konflik sangat bergantung dan dipengaruhi oleh persepsi kepribadian/karakter, motivasi, kemampuan dan kelompok acuan yang dianut oleh seseorang atau organisasi.

Sekian dan Terima kasih…