Temuan soft skill dua generasi

Tim Penulis: Hana Alfiany, Anggie Shera Pratiwi, Nur Adnan Sarofattullah

Saat ini rentang usia produktif didominasi oleh dua generasi yang seringkali digolongkan pada kesatuan yang sama dengan menyebutnya millennial,  namun ditujukan kepada para mahasiswa reguler yang mayoritas tahun lahirnya di bawah 1994. Penggolongan tahun kelahiran pada tahun 1995 - 2010 termasuk pada kelompok Gen Z, bukanlah menjadi bagian dari generasi millenial yang merujuk pada Gen Y dengan tahun kelahiran 1980 - 1994. Tersamarnya kelompok generasi di antara mereka karena adanya kesamaan mengenai kemampuan mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti meng-update status menggunakan ponsel, browsing dengan PC, dan mendengarkan musik menggunakan headset disebabkan mereka tumbuh bersama pesatnya teknologi. Mengingat rentang usia produktif berada pada 16 - 64 tahun, yang  pada saat ini baik generasi Z maupun Y sudah termasuk di dalamnya, sehingga mereka inilah yang kini kebanyakan bersinggungan dengan dunia kerja. Pada kehidupan berkarir, pentingnya keberadaan soft skill semakin diperlukan dalam pengembangan organisasi (Ratnasari & Thiyarara, 2020). Dalam artikel ini akan membahas tiga jenis soft skill, yaitu adaptasi, sikap positif, dan berpikir analitis.

Adaptasi
Adaptasi mengacu pada kemampuan merespons dengan tenang dan menyesuaikan diri dengan baik pada perubahan dan situasi yang asing. Adaptasi di tempat kerja berarti mampu berubah untuk menjadi sukses (Doyle, 2019). Hasil pengambilan data menunjukkan bahwa pada sampel pengambilan data soft skill pada Gen Y dan Gen Z, kemampuan adaptasi adalah yang paling tinggi perolehan nilainya.
Pengambilan data dilaksanakan pada saat banyak wilayah di Indonesia sedang menerapkan karantina pencegahan COVID-19 yang menuntut individu beradaptasi dengan perubahan yang beralih secara singkat. Hambatan dari adanya pandemi COVID-19 yang menghantam perusahaan-perusahaan membuat tenaga kerja saat ini membutuhkan skill set dan upaya adaptasi untuk mengatasi kesulitan ekonomi yang terjadi (Yazid, 2020). Beberapa situasi mengatasnamakan keamanan juga membuat perusahaan membuat kebijakan bagi karyawan bekerja dari rumah, hal ini berdampak kepada perlunya adaptasi dunia digital untuk mendukung sistem kerja remote. Beruntungnya hal ini tidak begitu sulit bagi Gen Y dan Gen Z yang sejak awal kehidupannya sudah dekat dengan kemajuan teknologi yang mengiringi kegiatan harian mereka.
Generasi Y dan Z yang tergolong sebagai Kaum muda memiliki kapasitas dan kesempatan untuk menciptakan lingkungan dan menyesuaikan diri dalam situasi apapun, termasuk dalam menerapkan pola kehidupan yang baru yang merupakan hal penting sejak munculnya pandemi COVID-19 (KPI, 2020). Diketahui dari data menunjukkan Gen Y memiliki tingkat adaptasi lebih tinggi daripada Gen Z. Hal tersebut bisa diakibatkan dari karakteristik Gen Y yang sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya, sebab ia lebih berpandangan terbuka (Wijoyo, Indrawan, Cahyono, Handoko, & Santamoko, 2020). Berdasarkan temuan-temuan tersebut, di masa yang akan datang memungkinkan bagi kaum muda Gen Y dan Gen Z untuk menjadi agen perubahan dari kemampuan adaptasinya menghadapi perubahan.

Sikap Positif
Sikap positif atau agreeableness mengarah pada kemampuan melihat kebaikan yang dimiliki orang lain dan menularkan energi positif bagi orang di sekitar. Individu yang agreeable cenderung memiliki sifat altruistik, baik hati dan penuh kepercayaan dan responsif menyikapi masalah (Saifullah, Tarigan, & Nurendah, 2019). Dari perolehan data menunjukkan Gen Z memiliki rata-rata sikap positif lebih tinggi dibandingkan Gen Y.
Pada karakteristiknya Gen Z memiliki kecenderungan senang berbagi, cukup berperan sebagai aktivis, dan terlibat dalam kegiatan sukarela/volunteer (Wijoyo, Indrawan, Cahyono, Handoko, & Santamoko, 2020; Kartika, 2020; Cho, Bonn, & Han, 2018). Secara berkelompok dalam sebuah instansi, Gen Z yang memiliki tren mendambakan bekerja di perusahaan startup. Penelitian Saifullah, Tarigan, & Nurendah (2019) menemukan hasil bahwa karyawan startup dengan agreeableness dapat lebih proaktif dan responsif dengan kemauan saling mem-back up tugas dan menghadapi permasalahan di perusahaan startup yang sering membutuhkan kepedulian dan responsivitas terhadap tugas di luar dari jobdesknya.

Berpikir Analitis
Berpikir analitis merujuk pada kemampuan menemukan prinsip dasar dari informasi yang kompleks dan memecahkan masalah dengan efektif. Pada konteks dunia karir, perusahaan mencari karyawan yang memiliki kemampuan untuk menyelidiki masalah dan menemukan solusi ideal dan efisien yang dinamai sebagai analytical skill (Doyle, 2020). Biasanya kemampuan ini dibutuhkan untuk mengisi beberapa posisi dengan bayaran gaji yang tinggi (Gaffney, 2020), di antaranya adalah:
Aktuaris, dengan tugas utama adalah menganalisis data keuangan dan analisis statistik yang digunakan untuk memprediksi kondisi keuangan di masa yang akan datang.
Ekonom mempelajari dan menganalisis proses ekonomi, termasuk ketersediaan dan akses ke sumber daya dan produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa.
Software Developer, yang bertugas menganalisis kebutuhan pengguna, memetakan desain, membuat diagram dan model, dan membuat diagram alur. Mereka juga dipanggil untuk meningkatkan perangkat lunak yang ada dengan tambalan, peningkatan, dan pembaruan, dan untuk memastikan semuanya berfungsi seperti yang dirancang.
Akuntan dengan tugas perencanaan dan persiapan pajak dan dokumen keuangan lainnya bagi akuntan publik, dan tugas menganalisis dan menyiapkan laporan keuangan khusus untuk bisnis bagi akuntan privat.
Kesamaan dari keempat profesi di atas berfungsi sebagai peranan yang akan membantu menentukan keputusan bagi bisnis atau perusahaannya. Terlebih masa pandemi membutuhkan permintaan digitalisasi lebih tinggi, disertai dengan perubahan tak terduga ini memerlukan kajian dan analisis lebih dalam agar tidak semakin terperosok dalam kesulitan dengan perencanaan yang baik terhadap apa yang akan terjadi kedepannya. Sayangnya pada hasil pengambilan data, soft skill berpikir analitis ini merupakan yang paling rendah nilai rata-ratanya dibandingkan soft skill lainnya. Sehingga dibutuhkan pelatihan lebih lanjut untuk mengembangkan kemampuan ini agar generasi muda kelak dapat memenuhi permintaan pada posisi tersebut.

REFERENSI
Cho, M., Bonn, M. A., & Han, S. J. (2018). Generation Z’s sustainable volunteering: Motivations, attitudes and job performance. Sustainability, 10(5), 1400. Sustainability | Free Full-Text | Generation Z’s Sustainable Volunteering: Motivations, Attitudes and Job Performance.
Doyle, A. (2019). Important Adaptability Skills for Workplace Success. Diakses dari Important Adaptability Skills for Workplace Success.
Doyle, A. (2020). What Are Analytical Skills? Definition & Examples of Analytical Skills. Diakses dari Analytical Skills: What Are They?.
Gaffney, S. (2020). The 6 Best Jobs for Analytical Thinkers. Diakses dari The 6 Best Jobs for Analytical Thinkers | BestColleges.
Kartika, V. (2020).Generasi Z dan Visual yang Mewakili Generasi ini. Diakses dari Generasi Z dan Visual yang Mewakili Generasi ini – Riz Creative Visual.
Komisi Penyiaran Indonesia. (2020). Generasi Millenial dan Pola Kehidupan New Normal, Diakses dari Generasi Millenial dan Pola Kehidupan New Normal .
Ratnasari, S. L., & Thiyarara, O. A. (2020). PENGARUH HARD SKILL, SOFT SKILL, DAN PELATIHAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEGAWAI PESERTA PELATIHAN. BENING, 7(2), 221-232. http://dx.doi.org/10.33373/bening.v7i2.2421.
Saifullah, M.A., Tarigan, M., & Nurendah, G. (2019). Bagaimana kepribadian dan pemberdayaan psikologis meningkatkan perilaku proaktif karyawan start-up?. Jurnal Psikologi Insight, 3(1), 46-62.
Wijoyo, H., Indrawan, I., Cahyono, Y., Handoko, A. L., & Santamoko, R. (2020). Gen Z dan revolusi industry 4.0. Pena Persada.
Yazid, E. K. (2020). Tantangan dan Adaptasi Lapangan Kerja di Era Pandemi COVID-19. Diakses dari Tantangan dan Adaptasi Lapangan Kerja di Era Pandemi COVID-19 | CSIS.